Jalan Sunyi Pemilihan Pemimpin PKS, dari Pusat hingga Daerah


Di Partai Keadilan Sejahtera, pemilihan pemimpin bukanlah pesta akbar penuh baliho dan sorak-sorai. Tidak ada hingar bingar panggung musik, tidak pula debat terbuka yang ditayangkan televisi. Di tubuh partai yang lahir dari semangat tarbiyah kampus ini, memilih pemimpin justru berlangsung dalam ruang sunyi—dengan doa, musyawarah, dan kadang air mata.

“Kalau ingin mencari euforia politik, mungkin PKS bukan tempatnya,” ujar seorang kader senior di kelurahan Pasar Baru, sambil tersenyum menyeruput 'Teh Talua' di lapau Fajar. Ia menyebut, proses memilih ketua dari DPP hingga DPD lebih mirip ritual batin ketimbang kontestasi politik🤭.

Mekanismenya berlapis. Dari struktur Dewan Syuro hingga Majelis Pertimbangan, nama-nama dikaji bukan hanya dari sisi kepemimpinan organisatoris, melainkan juga keteladanan pribadi, konsistensi dalam dakwah, bahkan kemampuan sosialisasi dihadapan publik paling awam. “Di partai ini, orang yang paling ingin jadi pemimpin biasanya justru yang paling cepat tersingkir,” kata seorang ustazah yang telah bergabung sejak partai ini bernama PK.

Di daerah, suasana serupa terulang. Di Padang Panjang misalnya, tak ada atribut partai, tak ada kunjung sana kunjung sini. Para kader duduk bersila dirumah masing-masing sambil membaca WA melihat nama-nama calon terpilih yangbdikirim oleh struktur lebih tinggi. “Kami hanya tahu setelah Informasi dari ketua UPA,” kenang seorang kader muda yang jadi saksi pemilu internal PKS.

Atmosfer sunyi itu memang disengaja. PKS, sejak awal berdiri, ingin menjaga agar pergantian pemimpin tidak terjebak pada kompetisi ambisi. Maka, jalannya pemilihan lebih menyerupai bai’at—ikrar kepercayaan—ketimbang pemungutan suara terbuka. Kadang keputusan jatuh kepada sosok yang justru (seperti) tak siap, orang yang sehari-hari lebih dikenal rendah hati ketimbang pandai berorasi.

Namun kesunyian itu bukan berarti tanpa riak. Sejumlah kader mengakui 'ada' ketegangan diam-diam🤭. 
Nama-nama yang dianggap dekat dengan lingkaran elite bisa lebih cepat melaju, sementara kader kritis kerap terpinggirkan. Ah, semoga tidak.

Jalan sunyi pemilihan pemimpin PKS seakan menjadi antitesis politik elektoral Indonesia yang bising dan sarat pencitraan. 

Di saat partai-partai lain sibuk menyiapkan panggung besar untuk ketua barunya, PKS memilih jalan berbeda: menutup rapat pintu rapat, lalu keluar dengan keputusan final tanpa banyak basa-basi.

Bagi sebagian kader, inilah kekuatan partai dakwah—menjaga marwah kepemimpinan tetap sederhana dan bersih dari “politik pasar malam”. 

Bagi sebagian lain, ini sekaligus ujian: bisakah partai tetap relevan dalam iklim demokrasi yang semakin terbuka?

Yang jelas, dari pusat hingga daerah, jalan sunyi itu masih dijaga. Dalam hening, PKS menguji calon pemimpinnya. Dalam diam, mereka menanam loyalitas. Seperti doa yang lirih, kekuatan partai ini tidak ditunjukkan lewat riuh rendah massa, melainkan lewat keyakinan bahwa kepemimpinan sejati lahir dari keheningan.

Ysn

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama